SAMPAI TIDAK ADA PENYESALAN

Pertemuan pertama itu. Dulu sekali. Aku masih malu-malu. Segan untuk menyapa. Masih apik dalam ingatanku, kau hanya menyapaku dengan satu kalimat, "dimakan permennya Na"
Lalu aku membalasnya dengan senyuman dan satu anggukan, setelah itu kamu berlalu dan tak kembali.  Aku tahu kamu malu. Begitu juga aku.

Kamu sahabat kecilku. Pertemuan kita begitu sederhana dan polos. Aku yang selalu tempramen seringkali memaksamu terjebak dalam masalah. Bahkan kemarin saat berusaha kabur dari tukang calo bus di terminal. Aku yang buat masalahnya. Kamu yang nanggung. Hehe

Kini usiaku dua puluh satu berjalan. Kau semakin dewasa, sedangkan aku masih saja tempramen.
Tapi aku seringkali menghibur diri dan membuat justifikasi terhadap sifatku yang tidak pernah berubah. Terdengar absurd memang. Tapi kemarin kamu bilang kalau itu bagian yang paling lucu dari diriku. Aku yang sering buat kamu geleng-geleng kepala melihat ide-ideku yang konyol. Semisal waktu pulang terlambat dari rumah sakit dengan adik sepupuku. Aku tahu kosku sudah ditutup. Akhirnya aku nekad mau manjat pagar. Tapi kamu melarangnya. Sebenarnya bukan hal yang baru si. Karena sejak SMA aku sudah ahli manjat-manjat pagar. Aku tertawa mendengar alasanmu, "cewek pake rok nggak usah manjat-manjat".

Enam  belas oktober kemarin kamu pergi untuk melanjutkan sekolah ke negeri sebelah dan pamit padaku dari balik gerbang. Menyedihkan sekali. Tapi tak mengapa. Itu yang terbaik untukmu.
-----------------------------------------
Apakah kau masih mengingat tulisan terakhir di diary yang ku berikan pada hari terakhir pertemuan kita?, "Aku ingin hijrah", kataku. Sebenarnya aku mau bilang kalau aku mau mengakhiri perasaan konyol ini. Perasaan hitam putih yang tidak jelas sumbernya.
-----------------------------------------
Aku hampir tidak mandi seharian tadi, karena air tidak menyala dan lampu mati. Rasanya seperti neraka. Tapi syukurlah sore tadi sepulang kuliah, aku mampir sholat ashar di masjid jami' dekat kampus. Setelah itu aku langsung menuju kos. Dari arah parkiran aku menggerutu tak jelas. Orang-orang menatapku aneh. Aku membalas  dengan senyum meringis saja. Ternyata mereka sedang menertawaiku tanpa memberitahu bahwa listrik sudah nyala. Jahat sekali.

Pukul 18:15  WITA  saat aku berjibaku dengan masakan  untuk buka puasa suara azan terdengar mengagetkan. Aku bahagia bukan main. Kemudian aku mengambil segelas air dan beberapa cemilan. Syukurku pada Tuhan perjuangan selama dua belas jam itu berakhir juga.
-----------------------------------------
Sebenarnya aku ingin merangkai sajak saat ini, bukan kegiatan seharian yang mungkin tidak artinya sama sekali.

Well aku akan memulai sekarang

19ku...
Nietsczhe pernah mengatakan bahwa dunia ini tak berarti sama sekali. Para sufi juga sejalan dengannya. Mereka sama-sama memberontak terhadap hidup. Menganggap dunia tak punya arti. Bukan mereka tak peduli kepada dunia. Mereka hanya menjadikan dunia sebagai batu loncatan menuju Tuhan. Mereka menginspirasi banyak pemburu hikmah lainnya.

Dalam tarekad sasak, metode pendekatan terhadap Tuhan seringkali dilakukan dengan cara menggelar zikir zaman. Ada satu fenomena yang menarik hatiku, sesuatu yg berbeda dan lain daripada yang lain. Yaitu satu kelompok tarekat baru yang berada di Bayan Lombok Utara.  Mereka adalah jenis tarekat yang menggunakan metode ziarah. Ziarah ke puncak Rinjani tanpa membawa bekal apapun. Mereka mengatakan bahwa ziarah ke  puncak Rinjani adalah sama dengan haji ke Makkah, karena selama proses perjalanan menuju puncak rinjani mereka sejatinya tengah mengasah iman yang mereka miliki. Inilah cara mereka mengukur tingkat rasa syukur, tawakal, serta harap kepada satu-satunya zat yang maha hidup. TUHAN SEMESTA ALAM. Tempat bergantung segala makhluk. Intinya apa yang mereka lakukan bukan sekedar perjalanan fisik, lebih dari itu adalah sebuah perjalanan spiritual, menginternalisasikan nilai-nilai ilahiyah yang selama ini mereka pahami sebagai inti kedekatan terhadap Tuhan.

Anehnya ada beberapa orang yang menilai apa yang mereka lakukan adalah bentuk lain dari kesyirikan dan penyelewengan terhadap ajaran tauhid, sehingga banyak pandangan-pandangan sentimen yang diarahkan kepada mereka.

Bukankah Allah menitipkan akal agar setiap orang berpikir dan menemukan tangganya masing-masing untuk menuju Tuhan?

-----------------------------------------

Oh tidak...
Aku salah menulis prolog
Sebenarnya aku ingin menulis tentang pencarianku sendiri, bukan para sufi atau filosof

Maafkan aku sekali lagi!

Well...

Di suatu subuh yang hening dan sepi
Pelan-pelan ku resapi belaian angin yang menjadi dingin
Menyusup pelan dari celah-celah jendela kamar dan membersamai proses perenunganku tentang  arti hidup yang ku jalani
Pelan-pelan
Lalu menggigil sorang diri
Satu pertanyaan yang masih melekat dan ragu-ragu ku  lontarkan
Sudahkah aku benar-benar hijrah ?
Sudah di mana aku?
Masih terngiang dalam memori otakku
Janjiku pada Tuhan
Pada dakwah
Pada orangtua
Dan pada dana ro rasa
Aku tahu betul bahwa sudah terlalu banyak kenaifan yang ku lalui hingga detik ini
Seolah semua adalah kosong
Hanya kata-kata indah penenang jiwa
Sesaat
Lalu hampa
Aku tidak tahu apa arti semua yang kulakukan
Aku banyak menimbang, mencoba ini dan itu
Tapi tak pernah merasa lega
"Arti hidup yang tak satu setan pun tahu", begitu soe hok gie pernah berkata
Begitu juga aku
Sungguh aku banyak berbuat, tapi tak pernah paham apa-apa
Kau tentu ingat
Saat  kita duduk berdua
Kau dan aku
Di tengah kesibukan para tani yang bercocok tanam
Dan rintik hujan yang terdengar syahdu
Sesungguhnya aku sudah menyimpulkan satu hal,
yaitu definisi cinta:

Cinta
Adalah candu yang memabukkan
Adalah hidup yang seolah tak berujung
Adalah awan sirokomulus yang tanpa bayang
Adalah cahaya aurora yang jingga dan berkilau
Adalah pelangi di ujung senja
Adalah hujan di padang tandus
Adalah terang dalam gelap
Adalah senyum simpul bagi yang putus asa hidup
Adalah akar pohon yang diam-diam menyerap air dan menghidupkan batangnya
Adalah kumbang yang mencuri madu dan mempercantik mekarnya bunga

Tapi cinta
Adalah pertengakaran yang tanpa alasan
Adalah kegundahan bagi rindu yang dibiarkan beku
Maka cinta
Biarkan hidupnya
Biarkan mekarnya
Biarkan harumnya
Tanpa pertemuan
Tanpa kata-taka manis
Tanpa sumpah picisan
Tanpa ruang dan waktu
Dan saksianlah
Betapa megahnya istana yang dibangun
Kau dan aku
Terkagum-kagum
Layaknya para sufi yang dimabukkan oleh kecintaan terhadap Tuhan
Mereka tenggelam ke dalam ekstase yang tak berujung
Menanggalkan segala pernak-pernik yang tak berharga
Dan bagiku cinta manusia harus seperti itu.

Lekas-lekaslah membaik wahai hati!

19

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merayakan

Aku Mau Jadi Pejalan yang Menemukan Tuhan-Nya

Alangkah Mirisnya Negeriku