Keruntuhan demi Keruntuhan
Bahasa adalah manifestasi daripada budaya. Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan ide dan gagasan melalui proses komunikasi dan interaksi. Setiap bahasa akan membawa serta adab dan nilai. Bangun runtuh sebuah peradaban dipengaruhi oleh perkembangan dan perubahan bahasa. Semakin tinggi nilai yang terkandung di dalam bahasa, maka semakin beradab masyarakatnya.
Akhir-akhir ini saya semakin intens melakukan interaksi dengan masyarakat, khususnya anak-anak. Semakin saya masuk ke dalam masyarakat semakin saya sadar bahwa manusia-manusia sekarang tidak lagi mempedulikan tentang nilai. Mereka telah banyak menanggalkan nilai-nilai di dalam dirinya dan tidak meninggalkan kebaikan apa-apa kepada generasi setelahnya selain materi. Lihat para orangtua, dengan ekspektasi yang terlampau melangit mereka titipkan anak-anaknya kepada guru-guru di sekolah dengan keyakinan anaknya akan jadi genius dan bermartabat dengan segala upaya dan proses yang dilalui di sekolah tanpa pernah sebelumnya menanamkan nilai-nilai moral, adab, dan kemanusiaan ke dalam diri anak. Kenyataan ini adalah bentuk daripada ketimpangan sistem yang sudah dibangun orangtua dalam me-mapping masa depan anak. Contohnya adalah bagaiamana peran orangtua membangun budaya bahasa di dalam lingkungan keluarga. Esesnsi bahasa di dalam keluarga adalah untuk menjaga keutuhan nilai di dalam masyarakat dan meneruskan peradaban. Kita tidak bisa meremehkan fungsi bahasa. Karena di dalam bahasa terkandung kompleksitas nilai yang akan merefleksikan seberapa beradabkah sebuah bangsa.
Contoh kerusakan bahasa yang saya temukan di dalam masyarakat, khususnya "dou mbojo", di mana mereka sudah sangat jarang yang menggunakan ejaan "ta" di penghujung kata atau kalimat tiap kali melakukan percakapan, misalanya ketika mengatakan, "waur lao wehamu roa ede ?" atau "watipu mbei mu ntau mada?".
Penambahan "mu" di kata umumnya merupakan ejaan yang digunakan untuk percakapan antar orang sebaya, atau dari yang tua ke pada yang muda. Sedangkan untuk percakapan dari yang muda ke pada yang dewasa menggunakan ejaan "ta". Contohnya, "waur weha ta roa mada?" Atau " ra waa ta tembe nggoli mada?". Ejaan "ta" memberi makna penghormatan dari yang muda ke pada yang tua, selain itu juga sebagai upaya pendidikan kepada yang muda agar memahami batas-batas dirinya di dalam masyarakat.
Saya menyadari bahwa fakta yang demikian telah mencerminkan betapa jarangnya bahkan mungkin tidak pernah lagi ada orangtua yang mengajarkan anak-anaknya adab berkomunikasi yang sesuai dengan nilai budaya lokal. Saya tidak bermaksud mendiskreditkan peran orang tua sebagai "madrasatul ula" bagi anak dan membela posisi guru lantaran sekarang saya berprofesi sebagai seorang guru.
Guru dan orangtua sama-sama memiliki peran sebagai pendidik dalam mempersiapkan generasi bangsa dengan tupoksi masing-masing.
Betapa yang saya temukan di lapangan adalah kehancuran-kehancuran yang nyata adanya. Guru hanya mampu mendidik 30 % adab dan mentransfer 70% ilmu ke pada anak, karena kenyataannya interaksi di sekolah tidaklah se-efektif interaksi di rumah. Hal ini tentunya dengan mempertimbangkan perbandingan faktor kedekatan emosional, interaksi fisik, dan lain-lain.
Mengontrol sekian puluh bahkan ratusan anak dalam satu waktu bukanlah hal yang mudah. Proses pendidikan moral dan penguatan mental lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan keluarga. Jika seorang anak telah ditanamkan dan biasa melihat laku-laku kebaikan di rumahnya maka dengan sendirinya seorang anak akan mampu membentengi dirinya dari nilai-nilai negatif yang datang dari lingkungannya, bahkan mampu mewarnai lingkungan sekitarnya.
Tidaklah mudah mejadi guru atau orangtua. keduanya sama-sama merupakan makhluk yang seringkali mengalami sangsi, atau kondisi sikologis yang dilanda kebimbangan atau ragu-ragu. Ragu-ragu dalam bertindak untuk anak. Takut seorang anak akan ini dan itu lantaran pertanggungjawabannya adalah sampai kepada Ilahi. Maka berbahagialah menjadi seorang guru dan orangtua. Mainkan peranmu dengan sepenuh hati. Karena apa-apa yang bersumber dari hati akan sampai ke hati.
Bima, 31 Juli 2018 M
-Nina-
#terinspirasi saat mengamati anak-anak yang lucu
Komentar
Posting Komentar